MPI, MADINA – Ormas DPK Front Komunitas Indonesia Satu (FKI -1) kabupaten Mandailing Natal (Madina), provinsi Sumatera Utara (Sumut) secara sah layangan laporan ke Mendagri atas dugaan pelanggaran Penebalan gelar S2 Cawabup Madina – Atika serta dugaan gelar belum ada penyesuaian antar negara dengan surat nomor:899/DPK-FKI-1/MN/X./2024
Pada beberapa minggu lalu yakni 22 Oktober 2024 yang hal ini disampaikan Syamsuddin Nasution selaku ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) FKI-1 Madina dihadapan wartawan, Kamis (07/11/2024).
“Penggunaan gelar bagi seseorang utamanya yang memiliki jabatan merupakan suatu hal yang sangat penting, lebih-lebih jika gelar akademik yang disematkan itu berasal dari luar negeri. Namun, dalam peraturan perundang- undangan diatur larangan mengenai gelar yang digunakan tanpa hak oleh seseorang, hal ini sesuai dalam rumusan Pasal 28 ayat (7) Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi yang berbunyi *Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan/ atau gelar profesi.*
Sanksi hukum pidana juga menanti bagi setiap orang yang menggunakan gelar akademik secara tanpa hak, pemberian sanksi pidana penjara dan denda diatur dalam Pasal 93 Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dapat dikenakan sanksi dengan pidana,” ungkap Syamsuddin.
Lanjutnya, kami sudah telusuri hal ini berdasarkan surat KPU Madina dengan nomor 1118/PL.02.01-SD/12.13/2/2024 tertanggal 18 September 2024 yang hanya melampirkan Ijazah SLTA (Sederajat). Dimana, E-KTP beliau saat pendaftaran itu terbubuhi gelar akademiknya.
Berdasarkan hal itu dan mengingat periode sebelumnya, yang mulai berakhir ini telah membubuhkan gelar akademik diberbagai dokumen pemerintahan ataupun pada bidang-bidang lainnya dan kami duga keras tentang ketidak-absahan penggunaan gelar tersebut dimana pada masa jelang pilkada 2024 ini juga masih terlihat bagi kami penggunaan gelarnya dan melalui publikasi media online juga sudah terinformasikan hal itu,” lanjut Syamsuddin.
Pada kesempatan singkat itu Syamsuddin menambahkan, “Hal serupa berlaku bagi pemakai ijazah atau sertifikat dan lembaga yang menerbitkan ijazah atau sertifikat. Seseorang yang nekat menggunakan ijazah atau sertifikat dari PT yang tak terakreditasi atau tak berhak menerbitkannya, maka ijazah dan sertifikat itu tidak sah.
Demikian juga yang memakai gelar dan ijazah dari hasil plagiasi dalam menulis skripsi atau tesis maupun hal lainnya.
Gelar dan ijazah tersebut tidak sah dan dilarang dipakai. Sebab hal itu terkait dengan kompetensi dan kapabilitas layanan kepada publik, utamanya kalau yang bersangkutan bekerja di sektor publik atau yang terkait dengan kepentingan masyarakat (lihat Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi),” tambahnya.
(S.Nasution)