Ketua DKPP: Hukum yang Dipatuhi Secara Tepat dan Benar adalah Bentuk Etika Tertinggi

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad
Facebooktwitterlinkedinrssyoutubeinstagrammailby feather

Patroli Indonesia, Jakarta – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad menyatakan hukum yang dipatuhi secara tepat, benar, dan mesti ditegakkan merupakan bentuk etika tertinggi

Muhammad mengatakan hal itu ketika acara peluncuran dan bedah buku karyanya berjudul Etika & Pemilu Demokratis.

Bacaan Lainnya

“Dalam pandangan saya hukum yang dipatuhi secara tepat, secara benar ditegakkan sebagaimana mestinya adalah etika yang tertinggi,” kata Muhammad di Jakarta, Sabtu, (19/12/2020).

Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin itu, semua pihak tidak bisa memaksakan nilai-nilai etika itu diatur dalam hukum formal atau hukum positif karena etika sangat individualistik, sangat personal.

Dalam hal ini, kata dia, negara tidak bisa menyusun dalam sebuah hukum-hukum positif, hukum-hukum formal. Akan tetapi, apakah hukum dan etika ini harus selalu dipertentangkan sebagai sebuah dualisme?

“Nah, saya mencoba mengurangi jarak pandangan itu bahwa hukum dan etika ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah dualisme, tetapi sebuah dualitas. Jika dualitas, akan saling menguatkan,” katanya

Hukum yang dipatuhi secara tepat, benar, dan mesti ditegakkan itu pula, kata dia, yang melatarbelakangi penulisan buku Etika & Pemilu Demokratis.

Menurut dia, mencoba agar hukum dan etika, keduanya jangan dipertentangkan tetapi justru harus dikuatkan, disinergikan, dipadukan untuk melahirkan sebuah pemilu atau pilkada yang demokratis.

Muhammad mengatakan bahwa Indonesia tidak kekurangan ahli tata kelola pemilu.

Sebelumnya, ketika KPU dan Bawaslu sudah independen, mulai ada upaya untuk menghadirkan produk sumber daya manusia penyelenggara pemilu yang baik, SDM penyelenggara yang aspek kemandiriannya benar-benar menjadi pertama dan utama ternyata belum cukup.

Data putusan DKPP mengonfirmasi penyelenggara yang hanya mengandalkan kemampuan tata kelola pemilu ternyata tidak sedikit kasus bahwa keahliannya itu justru untuk mengubah hasil pemilu.

“Ini ahli juga, ahli mengubah hasil pemilu. Sayang sekali keahlian, pengalaman, dan durasi selama dia mengabdi sebagai penyelenggara, tahu mana lubang-lubangnya justru untuk melakukan manipulasi perolehan suara. Terjadilah kongkalikong, kedap kedip mata dengan peserta atau partai politik,” ucapnya.

Tugas mulia KPU, Bawaslu, DKPP, dan masyarakat sipil seharusnya memastikan siapa warga negara yang mayoritas dipilih oleh rakyat di kotak suara harus dikawal secara berjenjang sebagai pemilik kursi atau pemenang pemilu.

Akan tetapi, fakta membuktikan ternyata ada orang yang menang di TPS, berubah direkap kecamatan, berubah lagi di kabupaten, berubah lagi saat dilantik.

“Oleh karena itu, sekali lagi saya mencoba menulis supaya keduanya ini jangan dipertentangkan tetapi justru harus dikuatkan, disinergikan, dipadukan untuk melahirkan sebuah pemilu atau pilkada yang demokratis,” ujarnya. (Red)

Facebooktwitterlinkedinmailby feather
 

Pos terkait