Patroliindonesia |SIDOARJO – Pemerintah daerah memutuskan untuk mengakhiri PSBB di Surabaya raya dianggap kurang pendekatan dalam melindungi hak-hak asasi warga saat penanganan penyebaran Covid19 yang semakin meluas. Akibatnya, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap PSBB menjadi rendah dan tingkat kasus Civid 19 tidak kunjung menurun.
Hal tersebut disampaikan Anggota komisi III DPR RI Rahmat Muhajirin atas pelaksanaan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) gelombang 3 di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Jawa Timur dihentikan per hari senin (08/06/20) melalui rapat evaluasi pelaksanaan perpanjangan PSBB Surabaya Raya di gedung negara Grahadi, Minggu, (07/06/20) malam.
Selanjutnya, ketiga daerah tersebut akan memasuki masa transisi selama 14 hari menuju tatanan kehidupan baru atau new normal.
Sebelumnya, ke tiga kepala daerah di wilayah Surabaya Raya mengusulkan untuk tidak memperpanjang PSBB atas alasan ekonomi. Namun, menurutnya, usulan tersebut berbanding terbalik dengan pesatnya peningkatan kasus virus corona di wilayah tersebut. Dalam beberapa hari terakhir penyebaran Covid19 masih tercatat bertambah, sekitar 478 kasus baru sehingga total kasus kumulatif 6.313 orang terpapar.
“Penghentian PSBB di tengah peningkatan kasus tajam dan beban berat fasilitas kesehatan dalam menangani virus corona merupakan bentuk Keputusasaan Pemerintah Daerah, sementara masyarakat Surabaya Raya terpecah dalam menyikapi pemberhentian masa PSBB. Ada yang ingin PSBB dihentikan karena berdampak bagi pekerjaan, namun ada yang ingin PSBB diperpanjang melihat kasus yang terus meningkat †Ungkap Rahmat Muhajirin saat di hubungi via telepon oleh awak media, Selasa, (09/06/20).
Rahmat Muhajirin menambahkan,â€Dalam penerapan New normal pada daerah yang masih tinggi tingkat penyebaran Covid19, secara tidak langsung Pemerintah Daerah melakukan pembiaran yang masih berpotensi adanya paparan virus corona kepada masyarakat.â€
“Walau dengan Protokol kesehatan ketat namun Pemerintah, tidak memenuhi hak-hak dasar warga seperti kebutuhan pokok, jaminan kesehatan dan pekerjaan termasuk penyaluran beberapa program bantuan covid-19 yang hingga saat ini masih menjadi polemik,†ujarnya. (Drie SP)