MPI, JAKARTA – Ruly Rahadian, seorang tokoh penggiat media dan pemerhati Perang Asimetris, khususnya yang terkait dengan teknologi. Ia menyampaikan hal terkait Pers dan kajian Teknologi Artificial Intelligence yang biasa kita kenal dengan Teknologi AI.
Menurutnya, Kecerdasan Buatan itu telah memasuki hampir semua aspek kehidupan kita ini, termasuk dalam dunia jurnalistik. “Karena munculnya media digital, tanpa kita sadari, kita seringkali mengkonsumsi konten berbasis kecerdasan buatan dimana-mana, baik itu video yang direkomendasi seperti YouTube, umpan Facebook, atau jenis iklan yang kita lihat di situs web biasa, semuanya disediakan khusus untuk kita dengan penggunaan AI.” Ujarnya.
“AI kini juga memasuki bidang jurnalistik karena pengaruh media sosial, peran kecerdasan buatan dalam jurnalisme meningkat secara signifikan. Karenanya, perusahaan media secara aktif mencari bantuan dari AI untuk meningkatkan konten mereka. Tentunya dengan keahlian tersebut, kami meyakini bahwa isu jurnalistik yang terkait teknologi pun bisa kami telusuri lebih dalam melalui pegiat media yang sangat produktif dalam menulis ini, serta aktif pada beberapa organisasi media.” Ucap Rully.
Masih kata Rully, “Selama bertahun-tahun, media harus bergantung pada jurnalis ahli untuk menulis artikel berita dan melaporkan peristiwa setiap hari. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa hal ini tidak dibutuhkan lagi, tetapi ada strategi baru untuk desain pembuatan konten dan komunikasi dasar yang berbasis AI atau Kecerdasan Buatan.
Disitu dapat dilakukan peningkatan jumlah artikel biasa yang sifatnya hanya laporan, yang dapat ditulis oleh AI, sehingga jurnalis profesional dapat lebih fokus untuk menulis artikel yang lebih mendalam”, jelasnya.
Kecerdasan buatan sangat membantu kegiatan jurnalistik dalam beberapa tahun terakhir dan banyak perusahaan memiliki perangkat lunak internal yang dapat menghasilkan artikel berita dalam hitungan menit. “Semua kebutuhan kecerdasan buatan adalah data yang bisa berupa angka, audio, atau video. Perangkat lunak ini akan dapat menghasilkan artikel yang layak diberitakan ke target pembacanya.” Ungkap Rully Rahardian melalui telepon seluler, pada Minggu 15 Januari 2023.
“Media-media papan atas dunia seperti Washington Post, BBC, dan Bloomberg sudah menggunakan AI untuk menerbitkan artikel berita dengan bantuan perangkat lunak bahasa. Katakanlah, Anda sebagai jurnalis memasukkan segala jenis data ke dalam aplikasi AI, misalnya detail aset sebuah perusahaan. Dalam hal ini, perangkat lunak akan secara otomatis bekerja menjangkau referensi yang relevan tentang dunia bisnis, data tentang kompetitor, kemudian menginterpretasikan angka dan data yang ada, selanjutnya memberi Anda artikel yang siap dipublikasikan.” Sambung Rully menjelaskan keuntungan teknolgi AI bagi kegiatan Jurnalistik.
Ruly pun menambah keterangannya bahwa secara karakteristik, teknologi Ini sangat berguna karena tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga memberi penulis lain waktu untuk mempelajari topik yang lebih dalam yang ingin mereka jelajahi untuk karya mereka sendiri. Karena AI tidak cukup canggih untuk menambahkan nuansa pada opini, bagian jurnalisme itu diserahkan kepada jurnalis manusia yang memiliki Kecerdasan Sejati.
“Kembali lagi, karya jurnalistik adalah karya kreatif, yang berbentuk Art of Writing hasil implementasi dari perimbangan rasio dan rasa manusia yang tentunya tidak akan terkejar oleh mesin. Teknologi sifatnya hanya membantu dalam efisiensi dan efektifitas kerja”, kata Ruly menjelaskan esensi dan posisi AI dalam kerja Jurnalistik.
“Namun untuk AI, kebutuhan profesional memungkinkan bisa terjadi dalam waktu singkat. Saat ini, jurnalis menggunakan kecerdasan buatan untuk melacak tren utama dan ekonomi global yang membantu mereka menafsirkan perubahan yang akan datang, serta membuat spekulasi tentang masa depan dalam artikel mereka”, tegas Alumnus Institut Teknologi Bandung jurusan Desain Produk Industri angkatan 89 ini.
“Kerangka kerja yang digunakan AI untuk membuat desain yang dipersonalisasi untuk pembaca, sama dengan kerangka kerja yang digunakan untuk platform media sosial lainnya. Pada dasarnya, bot AI dapat mendeteksi seberapa sering pembaca membaca bagian tertentu dari surat kabar. Bot ini juga dapat mendeteksi antara lain jenis artikel, sifat surat kabar, dan demografi audiens.” Sambung Ruly menjelaskan fungsi AI secara spesifik.
Perlu diketahui, saat ini perusahaan-perusahaan non-media juga menggunakan RPA (Robotic Process Automation) untuk mendapatkan lebih banyak wawasan tentang pasar dan kebutuhan mereka. Robot tidak hanya dapat menjawab pertanyaan pelanggan, tetapi juga dapat membuat laporan dan mengumpulkan data berdasarkan interaksi mereka dengan pelanggan. Ini membantu perusahaan memasarkan produknya dengan lebih baik, dalam hal ini jurnalisme.
“Meskipun demikian, karena kecerdasan buatan masih merupakan teknologi baru, tentunya di masa depan semua penelitian kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan AI. Setelah itu tercapai, kita dapat mengetahui lebih banyak tentang dunia daripada sebelumnya. Ditambah, industri jurnalisme dapat berkembang karena laporan yang padat data dapat dibuat secara otomatis untuk menghemat waktu, sambil tetap menyerahkan analisis dan komentar kepada jurnalis itu sendiri. Publik kemudian memiliki akses ke data yang ringkas dan pelaporan yang berpotensi lebih berkualitas dan lebih banyak informasi,” pungkasnya mengakhiri sesi wawancara by phone. (*)