Patroli Indonesia, Jakarta – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggelar peringatan Sewindu lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang selanjutnya disebut UU Desa. Peringatan delapan tahun beleid ini akan digelar di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi pada Sabtu (15/1).
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar, Wakil Menteri Desa Budi Arie Setiadi dan Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Kemendes PDTT dijadwalkan menghadiri gelaran di Kampung Adat yang terletak di ketinggian 1.200 Meter Di Atas Laut (MDPL) itu.
Tema yang dipilih untuk peringatan Sewindu UU Desa adalah “Percaya Desa, Desa Bisa”. Pijakan dasarnya karena memang desa itu bisa jika diberikan kesempatan dan kepercayaan.
“Jika kredo Percaya Desa karena Desa Bisa ini sudah menyebar dan berjalan sesuai dengan harapan, maka percepatan pembangunan desa untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa akan cepat terwujud,” kata Menteri Halim Iskandar.
Desa telah terbukti tangguh dan mampu menjadi penyangga ekonomi nasional sepanjang pandemi COVID-19 dalam kurun dua tahun terakhir.
“Ketahanan ekonomi desa selama pandemi salah satunya ditunjang dengan adanya dana desa yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Dana desa ini menjadi penopang utama APBDes,” kata Pria yang akrab disapa Gus Halim ini.
Pada tahun 2014 atau sebelum ada Dana Desa, rata-rata APBDes per desa itu Rp329 juta per desa. Tahun 2015 saat Dana Desa dikucurkan langsung melesat menjadi Rp701 juta per desa.
Tahun 2021, rata-rata APBDes melonjak hingga Rp1,6 miliar per desa. Sepanjang pandemi, APBDes masih meningkat dari total Rp117 triliun pada 2019 menjadi Rp121 triliun pada 2021.
Tingginya APBDes ini, kata Gus Halim, berdampak pada beberapa sektor esensial yang menopang perekonomian nasional. Contohnya, dari sektor pendapatan per kapita warga desa terjadi peningkatan meskipun dalam situasi pandemi COVID-19.
“Pendapatan warga desa tetap meningkat dari Rp882.829 perkapita per bulan menjadi Rp971.445 perkapita per bulan yang ditopang peningkatan pendapatan warga desa ini salah satunya karena adanya Program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) selama pandemi,” kata Gus Halim.
Adanya proyek-proyek di level desa ini, kata Gus Halim, juga membuat pengangguran terbuka di desa menjadi terkendali. Sepanjang pandemi COVID-19, tingkat pengangguran terbuka di desa tetap rendah, dan hanya naik dari 3,92 persen menjadi 4,71 persen.
Indeks Gini Ratio 0,320 pada 2019 menjadi 0,315 pada 2021. Jika dibandingkan dengan dengan gini ratio di kota yang kian tinggi dari 0,393 menjadi 0,401.
Gus Halim menyatakan sudah saatnya kepercayaan terhadap Desa terus ditingkatkan oleh seluruh pemangku kepentingan (stake holder) di negeri ini. Harus diakui selama ini banyak pihak yang masih memandang remeh terhadap kemampuan stake holder desa dalam menyelesaikan masalah pun juga para perangkat desa itu sendiri.
“Situasi ini tidak bisa terus dibiarkan, apalagi dari tahun ke tahun performa desa dalam mengelola dana desa maupun program kerja kian meningkat,” kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Gus Halim menegaskan jika data desa berbasis SDGs Desa ini telah rampung, maka akan menjadi titik tolah percepatan pembangunan desa.
Nantinya, data SDGs Desa ini akan dijadikan sebagai instrumen untuk menekan kepada semua pihak agar urusan terkait data langsung tanya ke desa. Data SDGs Desa akan jadi pintu masuk untuk semuanya agar ditanyakan ke desa.(*)