PATROLI INDONESIA jakarta – Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid 19 pada Rabu 13 januari 2021 dan hal ini menandai dimulainya proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia pada tahap pertama, yaitu pada golongan orang-orang yang mendapatkan prioritas.
Vaksinasi Covid-19 di Indonesia mulai dilaksanakan setelah vaksin Covid-19 Sinovac mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), karena menurut BPOM, vaksin Covid-19 Sinovac dinilai aman dan dapat digunakan dengan efikasi 65,3 persen pada hasil analisis uji klinis fase 3. Batasan tersebut sesuai persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50 persen.
Pemerintah Lewat Kementerian Kesehatan telah menetapkan enam vaksin virus Corona COVID-19 yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020.
Keenam vaksin tersebut adalah vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.
Nantinya, sejumlah vaksin COVID-19 ini baru bisa digunakan setelah mendapat izin edar atau persetujuan penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Bagaimana dengan Vaksin Rusia Sputnik V.
Hasil uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 buatan Rusia, Sputnik V, menunjukkan efikasi 91,6 persen melawan gejala COVID-19 dan 100 persen efektif melawan penyakit parah dan sedang. Temuan analisis sementara hasil uji coba fase 3 ini diterbitkan dalam jurnal The Lancet, Selasa februari 2021.
Hasil uji klinis ini didasarkan pada data yang dikumpulkan dari 19.866 peserta, di mana sekitar tiga perempat (14.964) menerima dua dosis vaksin dan seperempat (4.902) diberi plasebo.
Sekitar 21 hari setelah pemberian dosis pertama, sebanyak 16 kasus gejala COVID-19 ditemukan dalam kelompok vaksin. Lalu 62 kasus ditemukan pada kelompok plasebo, hal tersebut setara dengan efektivitas vaksin yang mencapai 91,6 persen.
Uji coba tersebut melibatkan 2.144 orang yang berusia di atas 60 tahun dan sub-analisis yang dilakukan pada kelompok ini mengungkapkan bahwa vaksin tersebut dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki kemanjuran yang setara 91,8 persen.
Dikutip dari halaman CNN, peneliti juga menganalisis kemanjuran vaksin terhadap gejala COVID-19 yang parah dan sedang. Setelah 21 hari sejak pemberian dosis pertama, tidak ada kasus yang parah atau sedang dilaporkan pada kelompok yang divaksinasi, sementara 20 dilaporkan pada kelompok plasebo.
Efek samping yang serius juga jarang terjadi dan tidak ada yang dianggap terkait dengan vaksinasi. Mayoritas efek samping yang dilaporkan ringan, seperti nyeri di tempat suntikan, gejala seperti flu dan tingkat energi yang rendah.
Peneliti mencatat perlu lebih banyak penelitian untuk memahami efektivitas vaksin terhadap COVID-19 yang tanpa gejala, penularan dan berapa lama efek dari vaksinasi bisa bertahan.
Mayoritas peserta dalam uji coba juga berkulit putih sehingga penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil di seluruh kelompok etnis lainnya.
Salah satu peneliti dari Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya Rusia, Inna V Dolzhikova mengatakan vaksin Sputnik V memiliki efektivitas yang tinggi. “Efektivitas tinggi, meningkatkan kekebalan tubuh dan penerimaan yang baik pada peserta yang berusia 18 tahun atau lebih,” katanya.
Vaksin Corona Spuntnik V sendiri sudah disetujui di Rusia, Belarusia, Serbia, Argentina, Bolivia, Aljazair, Venezuela, Paraguay, Turkmenistan, Hongaria, UEA, Iran, Guinea, Tunisia, Armenia dan wilayah Palestina. Sputnik V sejauh ini telah diberikan kepada lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia.
Beberapa fakta lain tentang vaksin Sputnik V adalah;
1. Uji klinis berlangsung singkat; Uji klinis vaksin Sputnik V berlangsung singkat. Uji coba pada manusia tahap pertama dimulai 17 Juni 2020, dimana ada 76 sukarelawan dan sebagian besar di antaranya adalah militer dan pada 3 Agustus 2020 media lokal Rusia melaporkan Institut Gamaleya yang mengembangkan vaksin Sputnik V ini telah menyelesaikan uji klinis dan berdasarkan laporan ini, vaksin Sputnik V hanya memakan waktu 2 bulan untuk uji klinis
2. Putri Putin ikut menerima vaksin; Presiden Putin menyebut salah satu dari dua putrinya sudah menerima dua suntikan vaksin Sputnik V. “Dia telah mengambil bagian dalam eksperimen tersebut,” kata Putin, dikutip dari Time.Menurut Putin, efek samping yang dialami Putrinya usai disuntik adalah suhu 38 derajat Celcius. Namun, keesokan harinya turun menjadi 37 derajat Celcius. Usai suntik kedua kalinya, dia kembali mengalami sedikit peningkatan suhu, tapi kemudian semuanya berakhir normal. Disebutkan, salah satu putrinya menyatakan dirinya sehat dan memiliki jumlah antibodi yang tinggi.
3. Proses pembuatan vaksin; Vaksin Rusia didasarkan pada DNA adenovirus jenis SARS-CoV-2. Vaksin ini menggunakan virus yang telah dilemahkan untuk mengirimkan sebagian kecil patogen dan menstimulasi respons imun. Alexander Gintsburg, direktur Pusat Penelitian Nasional Gamaleya, menyatakan bahwa partikel virus Corona dalam vaksin tersebut tidak dapat membahayakan karena tidak dapat berkembang biak.
5. Diklaim efektivitas 92 persen; Rusia mengklaim vaksin Corona Sputnik V 92 persen efektif melindungi orang dari COVID-19. Klaim ini berdasarkan hasil uji coba sementara vaksin Sputnik V.
“Analisis dilakukan setelah 20 peserta mengembangkan virus korona baru dan memeriksa berapa banyak yang telah menerima vaksin versus plasebo,” kata Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang telah mendukung pengembangan vaksin,
Sampai saat ini, para ilmuwan masih berlomba-lomba untuk menghasilkan vaksin COVID-19 yang efektif mencegah penularan virus Corona. Bahkan beberapa di antaranya sudah menunjukkan efektivitas lebih dari 90 persen. Namun, seperti vaksin pada umumnya, vaksin COVID-19 ini juga melaporkan adanya efek samping yang dirasakan relawan saat mendapatkan suntikan uji coba. Mulai dari nyeri hingga demam.
1. AstraZeneca; Vaksin COVID-19 yang dikembangan AstraZeneca dan Universitas Oxford ini menunjukkan rata-rata 70 persen efektif. Para peneliti pun meyakini data efektivitas 90 persen bisa didapatkan, sebelum vaksin tersebut bisa digunakan secara luas. Terkait efek sampingnya, dua relawan pun mengungkapkan hal yang mereka rasakan setelah mendapat suntikan vaksin tersebut. Tetapi, efek samping yang mereka rasakan tidak berangsur lama. – Nyeri sendi dan demam.
Relawan bernama Darren Lipomi, seorang profesor Departemen Teknik Nano di Universitas California San Diego mengeluhkan nyeri sendi ringan dan merasa kedinginan selama 36 jam usai disuntik. “Rasanya seperti saya terkena flu yang cukup parah, tetapi tanpa gejala pernapasan,” jelasnya.
“Saya mengkonsumsi parasetamol setelah saya secara resmi mengalami “demam”, dan kemudian ibuprofen dan unisom (tablet tidur) sebelum tidur. Keesokan paginya merasa cukup sehat, dengan rasa sakit yang menetap di persendianku,” jelaanya. – Nyeri tubuh dan sakit kepala; Sementara relawan lainnya yaitu seorang ginekologi dari Greenwood Indiana, Dr Emily Cline, sehari usai disuntik pada 13 November sempat mengalami nyeri di tubuh dan sakit kepala yang intens. “Prosesnya sangat teliti. Ada kuesioner yang sangat panjang yang meliputi data demografi, riwayat kesehatan, diikuti dengan kunjungan medis yang mencakup riwayat, dan pemeriksaan fisik,” cerita Emily.
2. Moderna; Salah satu vaksin COVID-19 lainnya yaitu yang dikembangkan oleh Moderna juga disebut menjadi kandidat yang potensial untuk menangkal penularan Corona. Ini karena vaksin tersebut memiliki efikasi sebesar 94,5 persen, menjanjikan, dan menimbulkan efek samping yang ringan. – Demam ringan; Demam ringan yang terjadi usai mendapatkan suntikan vaksin ini bukan menjadi pertanda yang mengkhawatirkan. Ini terjadi saat senyawa biokimia mengaktifkan sel kekebalan, dan membuat penanda inflamasi tertentu meningkat dan menyebabkan demam, kemerahan, atau pembengkakan. Sebagian besar efek samping akan menghilang dengan sendirinya 2-3 hari pasca inokulasi. Demam ini juga bisa menjadi pertanda bahwa tubuh mulai memproduksi antibodi. – Tangan pegal dan nyeri. Efek samping berupa nyeri dan pegal di lengan tempat vaksin disuntikkan umum terjadi, meski dengan vaksin apapun itu. Rasa nyeri ini bisa disebabkan karena nyeri otot dan merupakan respon alami tubuh terhadap benda asing, yang akan hilang setelah 1-2 hari.- Kelelahan. Selain itu, para relawan juga merasa kelelahan pasca suntikan. Ini kemungkinan karena reaksi dari virus yang masuk ke tubuh, yang kemudian menghasilkan respons inflamasi dan antibodi yang diperlukan. Pada hari pertama suntikan, umumnya juga akan merasa ngantuk dan lelah.
3. Pfizer; Vaksin buatan Pfizer dan BioNTech yaitu BNT162b2 diklaim 90 persen efektif. Seperti yang lainnya, vaksin ini juga menunjukkan adanya efek samping pada relawannya.Beberapa orang dari total relawan sebanyak 43.500 ini mengalami efek samping seperti sakit kepala dan nyeri otot pada suntikan pertama. Relawan asal Austin, Texas, Glenn Deshields (44) mengatakan merasa ‘pengar yang parah’ dan rasa seperti mabuk, meski hilang dengan cepat. Lalu efek samping lainnya juga dirasakan Carrie dari Missouri. Ia merasa efek samping yang ia rasakan seperti sakit kepala, nyeri tubuh, dan demam. Meski saat pemberian vaksin para relawan tidak mengetahui apakah mereka menerima vaksin atau plasebo, Carrie yakin yang dirasakannya ini karena penyuntikkan tersebut.
4. Sinovac; Untuk vaksin buatan Sinovac, yaitu CoronaVac yang diklaim aman juga memiliki efek samping. Tetapi, direktur Butantan Dimas Covas mengatakan bahwa vaksin ini tidak menimbulkan efek samping yang parah. Covas mengatakan, sekitar 20 persen relawan mengalami nyeri ringan akibat suntikan dan 15 persen merasa sakit kepala, yang jumlahnya turun 10 persen pada dosis kedua. Tetapi, sebanyak 5 persen relawan lainnya mengeluhkan efek samping berupa mual, kelelahan, dan nyeri otot.
5. Sputnik V, Satu lagi vaksin yang diklaim efektif adalah Sputnik V buatan Rusia. Vaksin ini diklaim efektif 92 persen berdasarkan hasil uji coba sementara. Namun dalam uji klinisnya, sampai saat ini belum ditemukan adanya efek samping yang tak terduga dari vaksin tersebut. Tetapi, ada beberapa efek samping jangka pendek yang dirasakan para relawan, seperti nyeri di area suntikan, sindrom mirip flu termasuk peningkatan suhu tubuh, kelelahan, hingga sakit kepala.
Rusia dan Indonesia telah melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pengadaan vaksin virus corona baru Sputnik V buatan Rusia di Indonesia dan sejauh ini, Indonesia telah mengontrak pengadaan vaksin virus corona dari berbagai produsen. Perinciannya: 125 juta dosis dari Sinovac Biotech, 100 juta dosis dari Novavax, 100 juta dosis dari AstraZeneca, dan 100 juta dosis dari Pfizer-BioNTech serta Indonesia berencana menerima 16 juta hingga 100 juta dosis dari Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI).
Kedutaan Besar Rusia untuk Indonesia menyatakan, telah mendaftarkan vaksin Sputnik V ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmilla Vorobieva mengatakan, langkah itu sebagai upaya kesiapan negaranya menjalin kerjasama penyediaan vaksin corona dengan Indonesia (NN)