Kasus Sewa Gedung Mulia Oleh OJK yang Mengakibatkan Negara Rugi 400 M

MPI, Jakarta – Pasca Terjadinya kasus sengketa sewa menyewa gedung mulia oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016 silam kini muncul dan memanas kembali, semenjak sengkarut gugat menggugat nya Kedua belah pihak tersebut yang di tengarai sebagai “lelucon” para oknum yang ada di lembaga negara itu (OJK) Namun hal tersebut tidak membuat KPK Untuk Menyurutkan Hal tersebut, KPK Akan terus tau lebih lanjut lagi atas kerugian yang di alami oleh negara mengenai kasus tersebut.

Sekalipun pihak penegak hukum lain (Kejaksaan-red) sudah mundur dari lingkaran pengusutan dugaan korupsi terselubung dalam sewa gedung sementara oleh OJK untuk dipergunakan sebagai kantor pasca pembangunan kantor pusat di Jln Lapangan Banteng Timur, Pasar Baru Sawah Besar Jakarta Pusat yang direhab total.

Guna menemukan unsur tindak pidana korupsi dikasus tersebut yang cukup besar hingga ratusan miliar menguap begitu saja.

Bahkan anehnya ditengarai siasat gugat menggugat ini yang ditarik ke perkara perdata, diduga kuat ini siasat menghilangkan unsur pidananya. Hal tersebutlah yang menjadi tantangan tersendiri kepada lembaga anti rasuah tersebut untuk membuktikannya.

Yang jelas negara telah mengalami kerugian negara. Dalam pemeriksaan BPK kala itu, terungkap bahwa OJK telah membayar sewa gedung senilai Rp 412 miliar. Biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan sewa 3 tahun dengan opsi perpanjangan 1 tahun atau periode 17 Januari 2018 hingga 16 Juni 2021 yang dibayarkan pada 30 Desember 2016.

Sumber terpercaya Monitor Indonesia di KPK hari ini mengabarkan, bahwa lembaga antrasuah itu sudah mulai mengusut kasus sengkarut sewa gedung Wisma Mulia 1 dan 2 oleh OJK yang merugikan keuangan negara hingga ratusan milyar tersebut.

Untuk diketahui bahwa kasus tersebut sempat ditelisik pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun penyelidikan kasus ini dihentikan karena alasan tidak ditemukan bukti yang cukup untuk ditingkatkan ketahap penyidikan.

Dari data yang berhasil dihimpun Monitor Indonesia dari berbagai sumber bahwa penyelidikan kasus ini didasarkan pada Surat Perintah Penyelidikan (Sprintlid) Nomor: Print-03/M.1/Fd.1/02/2020 tanggal 18 Februari 2020.

Dalam perjalanannya dikatakan tidak ditemukan bukti cukup untuk dilanjutkan ketahap penyidikan setelah memeriksa 26 orang saksi dan memeriksa berbagai dokumen terkait. Dan setelah menggelar dua kali ekspos hasil penyelidikan, yakni pada 26 Agustus 2021 dan 4 Oktober 2021.

Dengan demikian terungkap belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi terkait kontrak sewa gedung Wisma Mulia 1 dan Mulia 2 oleh OJK.

Berdasarkan hasil ekspos, kata Ashari, pihaknya belum mendapati adanya unsur kesengajaan dan niat jahat (mensrea) serta adanya perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. “Perjanjian sewa menyewa telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya.

Sedangkan untuk biaya yang telah dikeluarkan yakni pembayaran uang sewa Wisma Mulia 1, OJK telah melakukan beberapa upaya, yakni sublease, konversi, dan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Penyelidikan kontrak sewa Gedung Wisma Mulia 1 dan Wisma Mulia 2 oleh OJK belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan, karena belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi,“ ujarnya.

Penyelidikan kontrak sewa Gedung Wisma Mulia 1 dan Wisma Mulia 2 oleh OJK belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. “Karena belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi,“ tambahnya.

Sementara itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 238,2 milyar sampai dengan Oktober 2018 dan diperkirakan mencapai Rp 394,3 miliar hingga Mei 2019.

Biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan sewa 3 tahun dengan opsi perpanjangan 1 tahun atau periode 17 Januari 2018 hingga 16 Juni 2021 yang dibayarkan pada 30 Desember 2016.

Masalah sewa gedung ini juga masih menjadi temuan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan BPK pada semester I 2019.

OJK menggugat PT Sanggar Cipta Kreasitama terkait sewa gedung kantor pusat lembaga tersebut di Gedung Wisma Mulia 1.

Melalui gugatan itu, regulator jasa keuangan ini meminta salah satu perusahaan di bawah grup usaha milik Joko Tjandra tersebut mengembalikan biaya sewa dan biaya jasa pelayanan sebesar Rp 469,36 miliar. Berdasarkan perkara nomor 373/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada 13 Mei lalu.

OJK meminta pengadilan menyatakan penggugat mengalami keadaan kahar/memaksa atau Force majure pada tanggal 10 Oktober 2017 sehubungan dengan tidak adanya perubahan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK.

Lalu, menyatakan batal surat perjanjian untuk melaksanakan paket pekerjaan jasa Lainnya, yakni pengadaan Sewa Gedung Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan di Gedung Wisma Mulia 1 Nomor: SPJ-01/MS.4/PPK/PSGKPWM1/2016 tanggal 27 Desember 2016.

OJK pun meminta tergugat untuk mengembalikan biaya yang telah dibayarkan atas sewa Gedung Wisma Mulia 1 dengan nilai sebesar Rp 469,36 miliar.

Biaya tersebut terdiri dari biaya sewa periode 17 Januari 2018 hingga 14 Juli 2021 Rp 412,31 miliar, serta biaya jasa pelayanan pada 17 Januari 2018 hingga 16 Januari 2019 sebesar Rp 44,85 miliar periode 1 Maret 2018 hingga 28 Februari 2019 sebesar Rp 12,2 miliar.

Pengadilan juga diminta menyatakan sah dan berharga sita jaminan atau conservatoir beslag terhadap harta kekayaan milik tergugat berupa sebidang tanah. Harta tersebut berupa sertifikat hak guna bangunan tanah seluas 10.105 m2 di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, berikut bangunan Gedung Wisma Mulia 1.

Selain itu, OJK turut meminta pengadilan menyatakan putusan dalam perkara a quo agar dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terdapat upaya hukum banding, kasasi, ataupun upaya hukum peninjauan kembali.

Sedangkan Anton Prabowo sebagai Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan yang dihubungi Monitor Indonesia Kamis (2/3/2023) sore, hingga berita ini dinaikkan belum memberikan klarifikasi. (*)

Pos terkait