Ketua Umum K. SBSI Johanes Dharta Terpilih Secara Aklamasi

Patroli Indonesia |Jabar – Kongres Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K. SBSI) ke-7 di Hotel Bukit Indah, Ciloto, Jawa Barat 6 November 2021 berhasil memilih secara aklamasi Ketua Umum K. SBSI, Johanes Dharta Pakpahan SH., MA.

Acara kongres yang berlangsung selama tiga hari, 5 – 7 November 2021. Sedangkan calon Sekretaris
Jendral terdapat dua orang yaitu, Hendrik Hutagalung SH., dan Yudho Kusumawardhani.

Dan pempilihan Sekjen yang alot, karena peserta Kongres berharap ada keberagaman fungsionaris pengurus yang memenuhi semua unsur demi dan untuk kemajuan organisasi ke depan yang riuh menghadaki macam ragam tantangan hingga periode 2021-2025 mendatang.

Sementara formator yang akan dibentuk kemudian segera menentukan Fungsionaris lengkap pengurus K. SBSI untuk periode lima tahun ke depan.

Dalam pemilihan khusus Sekretaris Jendral secara terbuka, ketika score suara telah mencapai 40 berbanding 3 suara, peserta kongres sepakat menyatakan Hendrik Hutagalung SH., sah terpilih sebagai Sekretaris Jendral K. SBSI untuk mendapingi Ketua Umum K.SBSI teroilih Johanes Dharta untuk kepengurusan K.SBSI 2021-2025.

Agenda Kongres, terbagi dalam lima komisi dalam Kongres K.SBSI ke-7 ini diantaranya membahas AD/ART, GBHO, Program Kerja yang meliputi iuran, data base dan SBSINews.Com.

Sedangkan komisi lain khusus membahas kasus-kasus yang dihadapi anggota K.SBSI yang cukup
Banyak dihadapi kaum buruh dari berbagai daerah dan dari berbagai perusahaan.

Hadir mewakili DPP PDIP, Kepala Bidang Industri Tenaga Kerja, Nusirwan. Ia mengakui masalah buruh di Indonesia dalam kondisi sulit. Maka dalam usaha pemulihan kondisi ini diperlukan kesepakatan dengan suasana yang kondusif. Sehingga kondisi perburuhan dapat ditangani dengan baik.

Sementara Kakanwil Disnaker Jawa Barat, Ir. Rachmat Taufik. M.Si., mengungkap masalah buruh di Jawa Barat ada sekitar 50 juta, sedangkan yang belum mendapat pekerjaan 2,5 juta orang dari 24 juta angkatan kerja.

UMR (Upah Minimun Regional) tertinggi di Kabupaten Kerawang sebesar Rp 4,8 juta. Akibatnya, kata Ir.Rachmat Taufik, banyak perusahaan yang hengkang – relokasi – khususnya ke Batang, Jawa Tengah.

Relokasi sejumlah perusahaan ini karena ingin menghindar dari UMR yang tinggi untuk buruh. “Jika dahulu Bogor dikenal dengan produk tekstil hingga mencapai 5 persen untuk produk di Indonesia, kini nyaris habis total karena pindah ke daerah lain yang murah UMR-nya”, tandas Rachmat Taufik. (Cob)

Sumber : Jacob Ereste

Pos terkait