Patroliindonesia.com,JAKARTA – Pada bulan ini, laju inflasi akan lambat bahkan hampir merata. Ini merupakan perkiraan dari Bank Indonesia (BI).
Dari Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga minggu ke III, MH Thamrin memperkirakan inflasi bulan ini sebesar 0,01% dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Dengan begitu membuat inflasi sepanjang 2021 (year-to-year/ytd) sebesar 0,75% dan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) adalah 1,45%.
Dalam keterangan BI, penyumbang utama inflasi bulan Juli hingga pekan ketiga adalah komoditas cabai rawit, tomat, kangkung, bawang merah, bayam, kacang panjang dan rokok kretek filter.
“Penyumbang utama inflasi Juli 2021 sampai dengan minggu ketiga yaitu komoditas cabai rawit sebesar 0,03% (mtm), tomat, kangkung, bawang merah, bayam, kacang panjang dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain daging ayam ras sebesar -0,08% (mtm), telur ayam ras sebesar -0,03% (mtm), emas perhiasan sebesar -0,02% (mtm), jeruk sebesar -0,02% (mtm), cabai merah dan kentang masing-masing sebesar -0,01% (mtm),” tulis BI.
Sementara itu, dari data Pusat Informasi harga Pangan Strategy (PHPS) harga cabai mrawitmerah per 16 juli 2021 adalah Rp71.100/kg. Angka itu naik 6,92% dari akhir Juni lalu.
Harga cabai rawit dalam period yang sama Rp46.900/kg atau naik 1,19% dari bulan lalu. Lalu bawang merah pada akhir pekan lalu Rp32.700/kg, baik 3,15% dari akhir Juni.
Per 16 Juli 2021, harga beras mengalami penurunan yakni Rp11.650/kg atau turun 0,85% dari akhir Juni. Lalu harga telur ayam Rp25.450/kg menurun 0.97%. Sedangkan daging ayam mengalami penurunan menjadi Rp33.200/kg atau turun 8,53%.
Harga yang turun dalam sejumlah jenis kebutuhan pokok nampaknya adalah dampak dari PPKM Darurat. Adanya pengurangan permintaan dari masyarakat saat ini.
“Data bulanan menggambarkan jeda. Namun penurunan PMI (Purchasing Managers’ Index) manufaktur pada Juni 2021 menggambarkan kekhawatiran soal perlambatan permintaan. Konsumsi dan investasi menjadi sangat tidak pasti dengan pembatasan baru ini,” jelas ekonom DBS, Radhika Rao. Pihak DBS memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkisar 4%.
Dampak PPKM Darurat juga sebelumnya sudah diperingatkan oleh BI, yang disebutkan kemungkinan akan bermbas pada kinerja kegiatan usaha di triwulan III tahun ini. Akan terlihat dalam data Saldo Besih Tertimbang (SBT) dan Prompt Manufacturing Index yang jadi cermin kinerja dunia usaha.
“Bank Indonesia akan terus mencermati dampak penerapan PPKM Darurat yang kemungkinan berimbas terhadap kinerja kegiatan dunia usaha pada triwulan III 2021. Responden memprakirakan kegiatan usaha melambat pada triwulan III 2021 dibandingkan dengan capaian pada triwulan II 2021 meski masih positif dengan SBT sebesar 9,77%. Kinerja sektor Industri Pengolahan berpotensi melambat pada triwulan III 2021 dengan prakiraan angka PMI-BI sebesar 49,89%, lebih rendah dari capaian pada triwulan sebelumnya,” jelas BI.
Sementara itu, proyeksi pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi tahun ini dipangkas dari 4,5%-5,3% menjadi 3,7%-4,5%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan ada dampak pada perekonomian Indonesia dari lonjakan kasus positif Covid-19 serta kebijakan PPKM darurat, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan melambat.
“Varian Covid-19 yang terus berubah dan ini menimbulkan ancaman. Jadi, (yang dibuat pemerintah) skenario moderat dan berat. Belum memasukkan skenario yang lebih berat,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu. (Hendrik Uren)
(CNBC)