Komnas LP-KPK Apresiasi Penanganan Kasus Penjeratan Utang PMI

MPI | JAKARTA – Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) mengapresiasi kinerja Direktorat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Respons cepat lembaga tersebut terhadap laporan dugaan praktik penjeratan utang terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh PT KSS, yang berkantor di Bekasi, dinilai sangat baik. Hal ini disampaikan kepada awak media pada Senin (20/01/2025).

Bacaan Lainnya

“Langkah cepat Direktorat TPPO menunjukkan keberpihakan pada PMI yang menjadi korban penjeratan utang oleh perusahaan penempatan pekerja,” ujar Amri Piliang, Praktisi Hukum sekaligus Kuasa Hukum para korban.

Komitmen bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding dalam memberantas pelaku TPPO juga mendapat apresiasi. Kesepakatan tersebut diteken pada Kamis (09/01/2025).

“Langkah ini penting dalam memberikan perlindungan kepada PMI dan keluarganya,” ujar Amri.

Amri, yang mendampingi korban secara hukum, mengungkap modus penjeratan utang yang dilakukan perusahaan tersebut.

Para PMI dijanjikan kontrak kerja tiga tahun dengan gaji besar, tetapi hanya bekerja beberapa bulan sebelum diberhentikan secara sepihak.

“Mereka kemudian dipaksa membayar utang hingga NT$ 8.862 per bulan selama tujuh hingga delapan bulan, dengan jaminan dokumen atau bahkan surat tanah,” jelas Amri.

Selain itu, Amri menyoroti dugaan penyimpangan terkait pembayaran “job” oleh Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).

Setiap CPMI diminta membayar Rp 65 juta hingga Rp 75 juta untuk mendapatkan pekerjaan melalui kantor cabang perusahaan yang tersebar di berbagai daerah.

“Apakah pembayaran ini diperbolehkan? Kepada siapa uang itu disetorkan? Apakah ada bukti transaksi? Atau ini modus pencucian uang?” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan potensi kerugian negara akibat praktik ini. Dengan rata-rata 20.000 CPMI ke Taiwan per bulan, uang yang terkumpul mencapai Rp 1,5 triliun.

“Jika dihitung setahun, totalnya Rp 18 triliun. Apakah uang ini masuk dalam remitansi resmi? Apakah ada pembayaran pajak?” katanya.

Amri mendesak Mabes Polri segera mengungkap kasus ini secara tuntas. Ia berharap para korban mendapatkan kembali haknya secara penuh.

“Semoga tidak ada lagi korban berikutnya, dan Taiwan tidak lagi menjadi darurat penjeratan utang,” pungkas Amri.(Fans/*)

 

Pos terkait