Makanan Genetically Modified Organism atau Rekayasa Genetika

Facebooktwitterlinkedinrssyoutubeinstagrammailby feather

Patroli Indonesia | Beauty & Healthy – Makanan GMO atau genetically modified organism atau rekayasa genetika dalah makanan rekayasa genetika, yang bahan bakunya mendapat rekayasa genetik sehingga sifatnya berbeda, seperti misalnya lebih besar, lebih manis, mempunyai periode tanam yang lebih singkat, tahan lama dan lainnya.

Meski terdengar asing, sebenarnya ada banyak makanan rekayasa genetika di sekitar kita… Menurut kajian pakar, GMO dapat didefinisikan sebagai organisme seperti tanaman, hewan, atau mikro organisme dengan kandungan genetik DNA yang telah mengalami perubahan.

Bacaan Lainnya

Rekayasa genetika juga sering disebut hasil bioteknologi karena memungkinkan salah satu gen tertentu dipindahkan ke organisme yang lain melalui bantuan teknologi.

Makanan GMO adalah makanan rekayasa genetika, yang bahan bakunya mendapat rekayasa genetik sehingga sifatnya berbeda, misalnya lebih besar, lebih singkat periode tanam, dan lainnya. Makanan rekayasa genetika ada yang aman dikonsumsi karena telah melalui serangkaian tes komprehensif ada juga yang kurang aman karena bisa memicu berbagai penyakit dsb.

Sebagai contoh Jagung GMO atau yang telah direkayasa secara genetik biasanya memiliki rasa yang manis dan berair sehingga banyak disukai oleh masyarakat, akan tetapi kalau dimakan terus menerus setiap hari bisa membahayakan Kesehatan.

Setiap makanan rekayasa genetika pada umumnya telah diuji lewat serangkaian tes untuk memastikan keamanannya, sebelum didistribusikan ke masyarakat luas, akan tetapi kita tetap harus waspada karena ada juga makanan rekayasa genetika yang berbahaya. Beberapa contoh makanan rekayasa genetika yang ada di sekitar kita adalah:
Jagung manis, Alasan mengapa jagung manis tetap manis dan berair adalah adanya rekayasa genetika di dalamnya. Baik di Indonesia maupun luar negeri, salah satu jumlah perkebunan dengan rekayasa genetika terbanyak adalah perkebunan jagung.

Jambu kristal, Berbeda dengan jambu kebanyakan, jambu kristal adalah makanan rekayasa genetika karena tidak terlalu banyak mengandung biji. Tak hanya itu, adanya rekayasa genetika juga membuat jambu kristal berair dan renyah.

Pepaya California, Disebut pepaya California tentu bukan karena buah berwarna oranye ini berasal dari Amerika Serikat, tapi karena termasuk salah satu makanan rekayasa genetika. Nama aslinya adalah pepaya Callina yang kemudian lebih akrab disebut pepaya california. Pepaya ini merupakan makanan rekayasa genetika karya seorang profesor dari Institut Pertanian Bogor.

Berkat rekayasa genetika ini, ada kelebihan seperti rasa pepaya lebih manis dan masa tanamnya singkat sehingga bisa panen lebih cepat dan lebih banyak Semangka tanpa biji, Adanya semangka tanpa biji yang berbeda dengan semangka kebanyakan juga merupakan bagian dari rekayasa genetika. Dalam proses menanamnya, bijinya diinduksi dengan persilangan serta zat kolkisin sehingga kromosomnya menjadi tiga bagian. Dengan demikian, bisa dihasilkan semangka tanpa biji hasil rekayasa genetika.

Kedelai, Beberapa jenis kedelai yang diimpor dari negara seperti Amerika Serikat juga merupakan hasil rekayasa genetika. Kelebihannya adalah ukuran lebih besar, harga murah, dan selalu tersedia karena masa panennya lebih banyak Kentang, Demi mendapatkan kentang yang lebih tahan terhadap hama dan jamur, maka dilakukan rekayasa genetika. Opsi ini dinilai jauh lebih baik ketimbang menyemprotkan zat kimia terus menerus ke tanaman kentang.

Di luar negeri, perizinan tentang makanan rekayasa genetika sangat ketat, baik itu makanan rekayasa genetika dari Indonesia maupun impor dari negara lain, sudah pasti teruji keamanannya melalui serangkaian tes.

Jadi, kemungkinan besar aman dikonsumsi sehari-hari. Tes ini pun sangat komprehensif meliputi alergenitas, toksisitas, perubahan nilai gizi, hingga kesepadanan substansial. Disinilah sebetulnya fungsi Badan Penyelenggara Pegawasan Obat dan Makanan berperan untuk terus mengawasi dan melakukan pengujian atas makanan hasil rekayasa genetika yang beredar, karena hingga saat ini masih banyak makanan rekayasa genetika yang kurang baik dan berbahaya beredar luas.

Seperti sama-sama kita ketahui, saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kedelainya secara mandiri. Dan untuk tetap menjaga kesetabilan harga, Indonesia melakukan impor kedelai dari berbagai negara khususnya Amerika, dan itu berarti tahu dan tempe yang kita makan selamai ini, mayoritas menggunakan kedelai impor yang merupakan salah satu tanaman hasil rekayasa genetik juga.

Beberapa kelebihan kedelai impor adalah harganya yang lebih murah, ukuran lebih besar dan warnanya yang lebih cerah dan tersedia setiap saat. Dan USDA (United State Department of Agricuture) telah menyatakan bahwa kedelai impor dai Amerika yang banyak beredar di Indonesia ini aman untuk dikonsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian WHO, diketahui bahwa ada tiga isu kesehatan utama yang menjadi perhatian jika mengkonsumsi produk rekayasa genetika atau GMO, yaitu diantaranya berpotensi munculnya reaksi alergi, transfer gen, dan penyilangan, karena pada umumnya, makanan alami tanpa rekayasa genetik tidak melalui uji alergenisitasnya. Selain itu, pemindahan /transfer gen memungkinkan timbulnya bakteri pada saluran cerna.

Walau produk rekayasa genetika telah banyak dikonsumsi di Indonesia, ada berapa misinformasi terkait dampak produk ini yang perlu diluruskan dan diwaspadai. Salah satunya adalah bahwa mengkonsumsi produk berbasis rekayasa genetika akan menyebabkan efek alergi.

Efek ini dapat disebabkan oleh perpindahan gen dari organisme penyebab alergi ke organisme yang tidak menyebabkan alergi.

Oleh sebab itu, WHO tidak menyarankan untuk membuat produk rekayasa genetika dari organisme penyebab alergi kecuali dapat dibuktikan tidak menyebabkan alergi.Isu lainnya adalah bahwa mengkonsumsi produk rekayasa genetika akan menyebabkan resistansi antibiotik.

Isu tersebut disebabkan oleh perpindahan gen dari produk yang proses pembuatannya menggunakan gen resistansi antibiotik sebagai penanda selama proses modifikasi genetik. Para peneliti kemudian dapat menggunakan penanda untuk memilih gen baru dengan sifat yang diinginkan.

Permasalahan lain yang juga gencar diperdebatkan adalah perpindahan silang tanaman rekayasa genetika dengan tanaman non-rekayasa genetika. Hal tersebut mengkhawatirkan karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi keamanan dan ketahanan pangan, seperti tidak terkendalinya hasil persilangan dan menurunkan keanekaragaman tanaman.

Salah satu penyakit kronis yang juga ditakuti masyarakat adalah kanker. Penyakit tersebut juga sering menjadi pertanyaan bila mengkonsumsi produk rekayasa genetika dalam waktu yang lama.

Salah satu produk rekayasa genetika yang banyak dikonsumsi adalah tempe, Tempe yang sudah menjadi makanan harian masyarakat Indonesia sendiri sebenarnya terbuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dengan jamur Rhizopus oligosporus dan menjadi salah satu sumber protein nabati terbaik.

Tetapi sayangnya hampir 80 persen kedelai masih diimpor dari Amerika Serikat sehingga ada kemungkinan termasuk jenis rekayasa genetika.

Tempe juga mengandung berbagai nutrisi penting, seperti serat, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Ditambah pula dengan sifat antioksidan dan antibiotik yang dimilikinya diklaim dapat membantu menyembuhkan infeksi dan mencegah penyakit degenerative.

Tingginya permintaan bahan pangan, seperti kedelai, yang tidak diimbangi oleh laju produksi dan juga adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena COVID-19 di berbagai daerah menyebabkan melemahnya ketahanan pangan di Indonesia. Kondisi tersebut juga meningkatkan harga pada rantai pasok pangan.

Jauh sebelum krisis kesehatan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan luas panen dan produksi padi pada 2019 menurun dibandingkan tahun sebelumnya masing-masing sebesar 6,15 dan 7,76%.

Menurunnya produktivitas ini berpeluang mendorong Indonesia untuk bergantung pada produk impor. Sementara, kebijakan impor tidak mendukung peningkatan produktivitas dan keberlanjutan sumber daya yang tersedia. Alih-alih meningkatkan produksi, petani mengambil cara pintas demi mempertahankan produksinya dengan pemberian pestisida untuk menghilangkan hama dan penyakit, agar mereka dapat mengurangi kejadian gagal panen. Tapi cara ini dapat menurunkan kualitas hasil panen dan mencemari lingkungan.

Indonesia perlu melakukan sinergi antara bidang pertanian, bioteknologi, dan teknologi pangan.

Manipulasi sifat tanaman secara genetika dapat menjadi strategi ampuh untuk meningkatkan produktivitas dalam negeri. Tanaman hasil rekayasa genetika yang baik akan memiliki kemampuan tahan terhadap hama, virus, dan pestisida. Sebagai contoh dapat kita jumpai hasil rekayasa genetikan seperti kentang yang dirancang untuk menghasilkan lebih sedikit akrilamida (bahan kimia penyebab kanker yang dihasilkan ketika makanan dimasak dengan api besar), padi tahan hama penggerek batang, kedelai tahan pestisida, dan golden rice yang kaya beta-karoten.

Indonesia mau tidak mau harus mengurangi ketergantungannya terhadap produk impor, meningkatkan kualitas pangan, serta pengolahan lahan yang lebih optimal. Karena itu, kita perlu lebih banyak riset yang memperjelas baik dan buruknya pangan hasil rekayasa genetika, serta memberlakukan pengawasan yang ketat terhadap prosedur dalam pengadaan pangan produk rekayasa genetika di Indonesia. Hal-hal tersebut dapat membantu negara untuk merangkul teknologi rekayasa genetika dalam negeri yang aman dikonsumsi masyarakat dan merancang dampak keberlanjutan pada sumber daya yang sudah tersedia. (NN)

Facebooktwitterlinkedinmailby feather
 

Pos terkait