Pesan Abadi dan Pustaka Kata dari Orang Bijak Parahyangan

Patroliindonesia.com | Parahyangan, Jabar – “Seorang pahlawan sejati bukanlah dia yang berdiri menghadapi peluru atau upaya mempertaruhkan nyawanya dalam kondisi berbahaya, bertarung melawan musuh diluar diri, menyelam ke lautan terdalam atau memanjat tebing tinggi, tetapi dia yang mengendalikan nafsu dengan akal sehatnya dan mengalahkan pikirannya, mengakui satu kesatuan tertinggi dalam kehidupan, membuang dualitas dan keinginannya.”

Ungkapan tersebut lahir dari seorang tokoh parahyangan untuk mengisi ruang opini tokoh di redaksi patroli indonesia demi mengajak hal kebaikan dan menyampaikan bahwa tugas utama bagi setiap manusia di dunia ini adalah untuk mencapai kehidupan yang mulia dan terarah, begitulah pesan abadi dari orang bijak Parahyangan. Jumat,  (13/8/2021).

“Manusia diperdayai oleh gagasan tentang realitas yang disebut hubungan eksternal dengan benda-benda sehingga dengan demikian ia berduka. Kisah Ramayana dan Mahabharata mengatakan bahwa kontak makhluk dengan makhluk di alam semesta ini bersifat sementara seperti kontak kayu-kayu di sungai yang mengalir.

Namun karena keterikatan manusia pada persepsi indrawinya begitu kuat sehingga banyak hantu-hantu keliru dalam hal fakta-fakta, najis disalah artikan sebagai sesuatu yang murni, yang menyakitkan dianggap sebagai yang menyenangkan, dan yang bukan diri dianggap sebagai Diri Sejati.” Lanjutnya.

Panggilan orang bijak Parahyangan yang ditujukan kepada semua manusia adalah: “Wahai putra Matahari Yang Abadi! Kenali jati dirimu sebagai Hyang Tidak Terbatas! untuk menjadi Hyang Tunggal, ini adalah berkah tertinggi dan itulah kebahagiaan tertinggi”.

Orang-orang bijak Parahyangan telah berulang kali menekankan: “Jika seseorang mengetahuinya (yaitu, sebagai Makhluk Abadi) di sini, di Bumi ini, maka ia mengerti akhir yang sebenarnya dari semua aspirasi!
Jika seseorang tidak mengetahuinya, betapa, besar kerugian bagi dirinya”.
Dan orang bijak Parahyangan mengatakan bahwa semua perbuatan besar yang dilakukan di dunia ini, jika tanpa sepengetahuan Jati Diri Sendiri itu samasekali, tidak bernilai.

Layanan kemanusiaan; puasa dan amal; kehidupan politik, nasional, sosial dan individu seseorang; semuanya harus didasarkan pada perasaan persaudaraan universal yang merupakan ekspresi abadi dari Realitas keDIRIan universal.

Tanpa pengakuan akan kenyataan ini, hidup kehilangan kehidupan dan menjadi kehampaan, tanpa makna dan tujuan, seolah-olah manusia mati dalam arena kehidupan.
Hidup di dunia ilahi berarti mati bagi kesempitan dunia indera; dan terbatas pada yang terakhir adalah ‘meleburkan ego diri sendiri’.
Kecenderungan kehidupan saat ini harus dirombak, dan reorientasi di dalamnya agar menghasilkan moralitas, etika, dan spiritualitas.
Perubahan yang diperlukan tidak hanya dalam bentuk lahiriah tetapi juga dalam perspektif dan konstitusi dalam sistem kehidupan.
Semua itu bisa dilakukan ketika cita-cita manusia didasarkan pada kebenaran spiritualitas Keesaan, yang diangkat di atas keyakinan, perbedaan, dan materialitas yang buta. Ketika ini tercapai, manusia akan memenuhi tugas besarnya disini, di Bumi ini.

Bagi orang yang hangus di padang pasir keduniawian, yang tidak memiliki air “cikahuripan”, satu-satunya harapan adalah berenang, menyelam sambil minum di perairan dingin sungai “Cimandiri Kebijaksanaan”, yang mengalir dari ketinggian “Gunung Purba” orang bijak Parahyangan. Minumlah dari sumber abadi sungai ini, dan segarkan dirimu.

Kun parian walatakun pakisan (BROWIBOWO)

Pos terkait