Foto : Ilustrasi (Istimewa)
MPI, Jakarta – Putusan Hukuman Mati oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) Wahyu Iman Santoso kepada tersangka pelaku pembunuhan berencana Ferdy Sambo terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat, pada Senin (13/2/2023) kemarin telah mendatangkan banyak pujian luas di berbagai lapisan masyarakat.
Eks Kadiv Propam Polri itu terbukti dalam persidangan secara meyakinkan bersalah telah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri Brigadir N Yosua Hutabarat.
Vonis mati ini lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni pidana penjara yang hanya 20 tahun atau kurungan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) seumur hidup. Tuntutan JPU terhadap Ferdy Sambo itu dibacakan dalam persidangan pada Selasa (17/1/2023) lalu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurut JPU, Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 jucto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap mantan ajudannya itu.
Dalam sidang Ferdy Sambo Ferdy Sambo, SH., SIK., MH di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua menghadirkan 16 orang JPU.
Sebelumnya nama Donny Mahendra Sany yang menjadi jaksa penuntut umum dalam sidang Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022) lalu.
Ada tiga jaksa lainnya yang telah melakukan penuntutan pada sidang kasus Ferdy Sambo, yaitu Rudy Irmawan, Sugeng Hariadi, dan Fadjar.
Sama seperti penuntutan para Jaksa sebelumnya, menurut Jaksa Syahnan Tanjung, perbuatan terdakwa Ferdy Sambo, SH., SIK., MH tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Dakwaan subsider kepada terdakwa Ferdy Sambo kami sangkakan pasal subsidernya; Perbuatan terdakwa Ferdy Sambo tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ungkapnya.
Foto : twitter Rie @Riezza90
Dan akhirnya Hakim-lah menentukan, sidang terhadap Ferdi Sambo dan Istri, Putri Candrawati, masing-masing vonis hukuman mati dan penjara 20 tahun dijatuhkan pada gelar persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023) kemarin.
Ketua Majelis Hakim yang juga menjabat Wakil Ketua Pengadian Negeri (PN) Jakarta Slatan Wahyu Imam Santosa, membacakan vonis hukuman mati terhadap Ferdi Sambo dan vonis penjara 20 tahun kepada Putri Candrawati.
Apresiasi masyarakat yang antusias tidak terkecuali warga netizen di pelbagai social media atas vonis hukuman mati itu karuan menjadi topik trending. Bahkan, sejak beberapa hari jelas sidang vonis dibacakan, begitu besar tuntutan masyarakat yang berharap Majelis Hakim PN Jakarta Sealatan menjatuhkan hukuman setimpal atas perbuatan kejam Ferdi Sambo terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J-Red) berupa hukuman mati.
Babak sidang pertama tragedi tewasnya Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yoshua Hutabara atau Brigadir J dengan tersangka Ferdy Sambo atas perakaranya di PN Jakarta Selatan pada Senin 17 Oktober 2022 tahun lalu memang telah mengudang perhatian luas masyarakat bahkan internasional.
Pasca dibacakannya vonis hukuman mati Ferdi Sambo oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa kemarin, Selasa (13/2) pun membanjiri beragam komentar kalangan praktisi hukum dan netizen.
Ada begitu banyak komentar masyarakat yang terfokus pada vonis hukuman mati Ferdi Sambo dinilainya cukup adil. Namun pasal hukuman mati itu pun kemudian menjadi topik bahasan, karena alasan bunyi pasal hukuman mati dalam KUHP.
Mantan Hakim juga pemerhati Hukum Asep Iwan Iriawan memaparkan, bahwasanya pengamatannya bunyi pasal hukuman mati masih memberikan peluang ‘lolos’ kepada terhukum.
Senada komentar pengacara Hotman Paris hutapea, dalam akun social medianya mengatakan bahwa hukuman mati dalam hal ini terhadap Ferdi Sambo akan melalui proses, setidaknya selama 10 tahun.
Sidang hari ini, Selasa (14/02) dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB pagi tadi di PN Jakarta Selatan, masing-masing terhadap Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal terdakwa pembunuhan berencana Brigpol J, kembali menjadi perhatian luas masyarakat. Putusan vonis oleh Majelis Hakim dari sidang terhadap keduanya tentu diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan.
Sementara sidang terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, direncanakan Rabu (15/2) besok. ( TED )